Pages

Senin, 26 Agustus 2013

Burung Kertas & Harapan Kecil (Fanfict JKT48) 2nd Part

Burung Kertas & Harapan Kecil




“Beby, tolong panggilin Shania ya. Dia belum sarapan”, ucap Ve ke Beby.
“Iya kak”, jawab Beby. Ve kembali membaca majalah yang ada di depannya. Saat  Ve baru mulai membaca. Beby berteriak “Kak Ve!!”
“Kenapa Beb?!”, Tanya Ve sambil menuju ke kamar Shania
“Sha-shania kak”
“Shania kena-”, ucapan Ve terpotong saat ku melihat Shania pingsan dengan darah yang keluar dari hidungnya.
“Bibi! Pak Udin! Kesini tolongin Ve!”, teriak Ve.
“ada apa non?”, Tanya Pak Udin.
“Tolong angkat Shania ke mobil”, jawab Ve sambil memberikan kunci mobil ke Pak Udin
“Ya tuhan, non Shania kenapa?”, Tanya Bibi dengan ekspresi yang panic.
“Ve juga gatau bi tadi Beby yang nemuin Shania udah kayak gini”, jawab Ve.
“Beby siap – siap ke rumah sakit ya. cepetan”, perintah Ve ke Beby. Ve langsung menuju kamar dan mengganti celana pendek dengan celana jeans dan mengambil jaketnya. Beby sudah menunggu Ve di depan rumah. Ve dan Beby langsung masuk ke dalam mobil. Lalu, Ve mengeluarkan mobil dari halaman rumah dan melajukan mobil ke rumah sakit.

***

Shania membuka matanya perlahan – lahan. Dia sudah berada di ruangan berwana putih dengan bau obat – obatan yang menyengat. ‘Rumah Sakit’, pikirnya. Beby duduk di sebelahnya.
“Lama banget lo tidurnya”, ucap Beby
“Emang berapa lama?”, Tanya Shania
3 hari”, jawab Beby. ‘lama banget’, pikir Shania
“Gue sakit apa?”, Tanya Shania. Beby terdiam sebentar.
“Lo Tanya ke kak Ve aja nanti. Orangnya lagi di toilet”, jawab Beby.
“Oh iya, Tadi Ayana sama Gaby dateng tapi lo belum bangun”, lanjut Beby. Shania hanya ber’o’ ria. Tak lama kemudian Ve keluar dari toilet.
“Eh, Shania udah bangun. Ada yang sakit gak”, Tanya Ve
Shania menggeleng lalu berkata, “Aku sakit apa kak?”
Raut muka Ve berubah. Lalu ia mengambil amplop yang ada di meja lalu memberikannya ke Shania. “Kamu baca ya”. Shania membukanya dan membacanya. Disitu tertulis bahwa dirinya positif menderita Leukemia akut.
“kak ini bohong kan?”, Tanya Shania. Ia tidak percaya tentang apa yang ia baca.
“Kakak juga berharap kalo itu bohong. Tapi, itu beneran Shan”, jawab Ve. Shania mulai berpikir bagaimana jika ia akan menyusul bundanya ke surga.
“Jangan sedih ya Shan”, ucap Ve sambil mengelus rambut Shania. ‘Gimana gak sedih kalo aku menderita penyakit kayak gini’, batin Shania.
“Kakak keluar bentar ya. Mau beli makanan”, ucap Ve lalu meninggalkan ruangan Shania.

***

Setelah Ve keluar, Shania memakan (lebih tepat mengaduk – aduk) makanan yang sudah disiapkan.
“Shan makanannya dimakan jangan diaduk – aduk doang dong”, kata Beby.
“Gak nafsu kak”, ucap Shania. Beby yang sedikit kesal dengan kelakuan Shania mengambil alih sendok dari tangan Shania dan menyuapi Shania. “Buka mulutnya”, ucap Beby. Shania membuka mulutnya dan Beby memasukkan makanannya ke mulut Shania. Tapi, baru 5 suap Shania enggan membuka mulutnya lagi. “Shan, lo baru makan 5 suap. Ntar lo tambah sakit lagi”, ucap Beby. Tapi, Shania tetap tidak mau membuka mulutnya. Saat Beby sedang memaksa Shania untuk melanjutkan makannya Ve kembali ke kamar Shania

“Kenapa sih, kok ribut?”, Tanya Ve.
“Shania cuma makan 5 suap kak”, jawab Beby.
Ve mendekati Shania lalu bertanya, “Kamu kenapa gak mau makan?”
“Perut aku agak sakit . Jadi gak nafsu makan”, jawab Shania.
“Yaudah, kamu istirahat ya”, ucap Ve. Shania mengangguk lalu memejamkan matanya dan tertidur.

Keesokan Harinya…

Shania terbangun dari tidurnya. Di sebelahnya ada Ve yang sedang memangku sebuah laptop.
“Eh udah bangun. Kamu mau makan gak?”, Tanya Ve. Shania hanya mengangguk. Ve mengambil semangkuk bubur dan memberikannya ke Shania.
“Kamu makan sendiri ya. kakak masih mau ngelanjutin tugas”, ucap Ve
“Kakak gak kuliah?”, tanya Shania
“Hari ini kakak jamnya sore”, jawab ve
“Udah, kamu makan aja makanannya”, lanjut Ve. Shania pun melahap makanannya sampai habis.

Setelah Shania selesai makan Ve bertanya kepada Shania, “Shan, kamu mau kemo gak?”.
“Kemo? Tapi kan itu sakit kak”, jawab Shania.
“Tapi itu bisa nyembuhin kamu Shan”, balas Ve.
Shania berpikir sejenak lalu menjawab, “Yaudah, aku mau deh”


***

“Beby!”, panggil Rian ke Beby.
“Apa sih yan teriak – teriak mulu lo”, ucap Beby.
“Ada anak kelas X nyariin lo tuh di depan kelas”, kata Rian. Beby langsung menuju ke depan kelas. Sudah ada Gaby dan Ayana yang menunggunya.
“Kak, Shania udah sadar belum?”, Tanya Ayana.
‘”Udah kok. Kalian mau jenguk lagi?”, jawab dan tanya Beby. Gaby dan Ayana mengangguk bersamaan.
“Yaudah nanti pas pulang aku tunggu kalian di halte depan sekolah”, ucap Beby.
“Oke kak”, balas Ayana dan Gaby lalu meninggalkan kelas Beby.

***

Pintu ruangan Shania terbuka. Beby, Ayana, dan Gaby masuk.
“Hai Shan”, sapa Gaby.
“Hai Gab”, balas Shania.
“Shan, lo sakit apa?”, tanya Ayana.
“Kanker”, jawab Shania singkat. Ayana dan Gaby membesarkan matanya menandakan bahwa mereka berdua kaget.
“Shan jangan bercanda dong”, ucap Gaby yang tidak percaya dengan apa yang dikatakan Shania.
“Tau Shan. Jangan bercanda napa”, sambung Ayana. Ve dan Beby yang daritadi memperhatikan percakapan mereka bertiga memutuskan untuk keluar.
“Emang muka gue keliatan lagi bercanda”, jawab Shania sedikit jutek. Ayana dan Gaby menggelengkan kepalanya.
“Kanker apa Shan?”, tanya Gaby.
“Leukimia akut”, jawab Shania.
“Lo kapan keluar dari rumah sakit?”, tanya Ayana.
“Kata dokter besok udah boleh pulang tapi masih harus istirahat di rumah”, jawab Shania.
“Keadaan di sekolah gimana?”, tanya Shania.
“Ya, kayak biasanya Shan. Paling si Daffa aja yang galau gara – gara gak ada lo”, jawab Gaby sedikit bercanda. Mereka pun bercanda ria sampai sore.

***


Rabu, 4 Agustus. Hari ini hari pertama Shania menjalankan kemoterapi. Shania sudah menunggu di depan ruang kemo bersama Ve. Tak lama kemudian seorang suster memanggilnya dan Shania masuk ke ruangan kemo.

Skip -->

Perut Shania masih terasa sedikit mual padahal sudah hampir 1 jam dari berakhirnya kemo tadi. Dia  juga sudah memuntahkan isi perutnya tadi.
“Shan, masih mual?”, tanya Ve yang berdiri di ambang pintu kamar Shania.
“Udah gak terlalu kok kak”, jawab Shania sambil berusaha tersenyum agar tidak membuat Ve khawatir.
“Kamu istirahat ya”, ucap Ve. Shania hanya mengangguk. Lalu, Ve keluar dari kamar Shania. Shania melihat ke timbangan berat badan yang ada di pojok kamarnya. Ditimbangnya berat badannya. Berat badannya berkurang 3kg. Padahal sebelum kemo ia sudah kehilangan beberapa kilogram berat badannya. Tak bisa ia bayangkan berat badannya beberapa bulan ke depan. Saat perempuan lain mati – matian menahan lapar untuk mengurangi berat badannya dengan mudahnya Shania melepas beberapa kilogram massa badannya.

***

Sudah 6 bulan Shania melakukan pengobatan untuk penyakitnya. Tapi, selama ini belum ada kemajuan.

Shania sedang berdiri di koridor depan kelasnya sambil melihat ke arah lapangan. Teman – temannya sedang melakukan pelajaran olahraga. Ia hanya bisa memperhatikan apa yang mereka lakukan. Semenjak ia di vonis leukemia ia tidak boleh melakukan pekerjaan berat termasuk olahraga.

Bel istirahat berbunyi sekaligus menandakan berakhirnya pelajaran olahraga sekaligus masuknya jam istirahat. Shania masuk ke kelas untuk menunggu Gaby dan Ayana.
“Uhukk”, Shania terbatuk. Tangannya menutupi mulutnya yang masih terbatuk . Ia membuka tangannya. Ada sedikit cairan merah disitu. ‘darah?’, ia sedikit bingung. Ia mulai merasakan sakit di kepalanya lagi. Ia duduk di kursinya dan menundukan kepalanya untuk menahan sakitnya. Darah segar mulai keluar dari hidungnya. Matanya mulai berkunang – kunang dan akhirnya semuanya menjadi gelap.

***

“Beby!”. Teriakan Rian membuyarkan konsentrasi Beby yang sedang menulis.
“Kenapa yan?”, balas Beby.
“Shania beb! Dia pingsan lagi. Sekarang udah di UKS”, jawab Rian yang masih ngos – ngosan karena baru saja berlari.
“Izinin gue sampai Shania bangun”, ucap Beby lalu langsung berlari menuju UKS. Sedangkan Rian hanya melihat Beby yang sedang berlari.

***

Beby memasuki ruang UKS. Entah sudah berapa puluh kali ia memasuki ruangan ini untuk menemani Shania yang pingsan. Bu Rini (perawat UKS) sedang menangani Shania.
“Gimana bu?”, tanya Beby saat Bu Rini selesai menangani Shania.
“Mimisannya udah berhenti tinggal tunggu dia sadar aja”, jawab Bu Rini.
“Makasih ya bu”, ucap Beby ke Bu Rini. Bu Rini hanya mengangguk lalu pergi keluar.

“Shan, gak bosen apa pingsan mulu?”, ucap Beby ke Shania yang masih belum sadar. “Kapan sih kamu sembuh?”, lanjutnya.


***

Bel pulang sudah berbunyi. Tapi, Shania masih belum sadar. Beby tambah khawatir dengan keadaan Shania. Ia mengeluarkan ponselnya lalu menghubungi Rian. Setelah Rian mengangkat teleponnya Beby langsung bicara.
“Yan, lo belum pulang kan?”
“Belum kok Beb. Gue masih di kelas. Kenapa?”
“Tolong bawain tas gue sama Shania ke UKS ya. Tasnya Shania lo ambil aja di kelas X-2. Thanks ya”
“Oke Beb”
Beby mematikan sambungan teleponnya Beby mengembalikan ponselnya ke dalam kantung kemejanya. Sekitar 10 menit Rian datang membawa 3 buah tas (tasnya sendiri, tas Beby dan tas Shania).
“Nih Beb”, ucap Rian sambil memberikan tas Beby dan Shania ke Beby.
“Thanks yan”, balas Beby.
“Belum sadar Beb?”, tanya Rian. Beby hanya menggeleng. “Bawa ke rumah sakit aja yuk. Kebetulan hari ini gue lagi bawa mobil”, sambung Rian.
“Nggak ngerepotin yan?”, tanya Beby.
“Nggak kok. Daripada Shania kenapa – napa”, jawab Rian dan langsung menggendong Shania dan membawanya ke mobilnya.

***

Beby dan Rian sedang duduk di depan UGD sambil berharap Shania akan baik – baik saja.
“Beb, lo udah ngabarin kak Ve?”, tanya Rian
“Tadi gue udah ngirim SMS kok”, jawab Beby. “Yan, lo pulang aja deh. Nanti mama lo nyariin lagi”, lanjutnya.
“Lo gapapa sendirian?”, tanya Rian.
“Gapapa kok”, jawab Beby. Lalu, Rian menggendong tasnya dan keluar dari rumah sakit. Sekitar 30 menit kemudian dokter keluar dari ruang UGD.
“Keadaan Shania gimana dok?”, tanya Beby.
“Sekarang dia koma dan  penyakitnya tambah parah. Sekarang dia koma. Dia udah dipindahkan ke ruang rawat inap. Ruangan 480 ya”, jawab dokter. Beby hanya terdiam. Ia tidak menyangka bahwa penyakit yang diderita adiknya tambah parah. Ia menuju ke ruangan yang tadi diberitahu dokter. Ia masuk ke ruangan tersebut. Shania terbaring di ranjang dengan masker oksigen yang menutupi hidung dan mulutnya. Beby duduk di sebelahnya.
“Pinter banget sih dek”, ucap Beby. “Pinter banget bikin kakak khawatir”, lanjutnya.
“Kenapa sih gak kakak aja yang ada di posisi kamu”. Suara Beby mulai bergetar. "Kamu masih terlalu kecil buat nanggung sema ini" Setelah itu tak ada lagi suara dari mulut Beby. Hanya suara dari elektrokardiogram yang terdengar di kamar itu.

***

Ve berjalan menuju ruangan Shania dengan perasaan yang khawatir. Ia berharap tidak terjadi apa – apa dengan Shania. Ia memasuki ruangan tersebut. Ia melihat Beby yang sedang tiduran di sofa sambil memainkan ponselnya.
“Beby”, panggil Ve ke Beby.
Beby menoleh dan bertanya, “kenapa kak?”
“Shania Gimana?”, Ve balik bertanya.
Beby terdiam sejenak dan memandang ke arah Shania lalu menjawab pertanyaan Ve, “Tadi dokter bilang penyakitnya Shania tambah parah kak dan sekarang dia koma”.
Ve mendesah pelan. “Kamu makan dulu ya. Belum makan kan?”, ucap Ve sambil memberikan kantong plastik berisi makanan ke Beby. Beby mengambil makanannya dari tangan Ve dan memakannya sampai habis

***

Beby duduk di salah satu kursi di taman belakang sekolahnya. Merenungkan keadaan Shania saat ini.
“Kenapa sih gak gue aja yang ada di posisi dia!”, teriak Beby mencoba melepaskan bebannya.
“Beby, lo ngapain teriak – teriak?”, tanya seorang perempuan yang muncul entah darimana.
“Frieska?!”, ucap Beby yang sedikit kaget dengan kehadiran Frieska yang tiba – tiba.
“Gue ngagetin ya? maaf deh. Lo ngapain teriak – teriak?”, tanya Frieska. Frieska adalah teman sebangku Beby. Beby tidak menjawab pertanyaan Frieska. Ia hanya terdiam sambil menatap ke langit.
“Shania lagi?”, tanya Frieska lagi. Beby hanya mengangguk.
“Kata dokter penyakit dia tambah parah dan sekarang dia komq”, ucap Beby. Frieska hanya diam mendengarkan cerita Beby.
“gue pikir dengan dia kemo dia bakal sembuh. Tapi, dia malah tambah parah”, lanjut Beby.
“kadang gue mikir kenapa sih harus dia yang ada diposisi itu. Kenapa gak gue aja yang ada di posisi dia”.
Frieska mulai membuka mulutnya, “Lo jangan ngomong kayak gitu. Gue tau kok tuhan punya rencana dibalik semua itu”
“Rencana apaan fries? Rencana kalo akhirnya dia bakal nyusul bunda gue!”, ucap Beby setengah berteriak.
“Tuhan ngasih penyakit ke Shania karena tuhan tau kalo Shania itu anak yang kuat”, balas Frieska.
“Gue tau fries. Tapi lo ngerti kan perasaan gue?”, tanya Beby.
Frieska mengangguk lalu menjawab pertanyaan Beby, “Tapi gaada yang bisa kita lakuin Beb selain berdoa”.
“Makasih ya udah mau denger curhatan gue”, ucap Beby. Frieska hanya membalas ucapan Beby dengan senyuman tipis.

***

1 minggu kemudian…

Beby masih menunggu Shania yang belum juga sadar.
“Kebo banget sih shan. Tidur seminggu gak bangun – bangun”, ucap Beby dengan nada sedikit kesal. “Bangun napa. Aku sendirian terus tau. Kak Ve pergi terus”, lanjutnya. Tiba – tiba Beby merasakan tangan Shania yang ada di genggamannya bergerak dan Shania membuka matanya.
“Shania udah bangun? Gue panggilin dokter ya”, ucap Beby lalu langsung pergi untuk memanggil dokter. Tak lama kemudian dokter masuk dan memeriksa Shania.

Setelah memanggil dokter Beby menelpon Ve untuk mengabari keadaan Shania. Sekitar 20 menit dokter keluar dari ruangan Shania.
“Keadaan Shania sudah membaik. Tapi dia belum boleh pulang. Kira – kira lusa dia udah pulang”, ucap sang dokter sambil tersenyum ke Beby.
“Makasih dok”, jawab Beby dan membalas senyuman si dokter. Beby langsung masuk ke ruangan Shania dan duduk disebelahnya.
“Shan, ada yang sakit?”, tanya Beby dengan sedikit khawatir.
“Nggak kok kak”, jawab Shania pelan. Beby tersenyum tipis. Ia merasa senang karena Shania tidak apa – apa.

Skip aja yah -->

Shania yang sudah pulang dari rumah sakit sedang tiduran di kasur kamarnya. Tangannya memainkan sebuah origami dan membentuknya menjadi burung kertas.
Tiba – tiba pintu kamar Shania terbuka dan Beby muncul dari belakang pintu.
“Lagi ngapain Shan?”, tanya Beby sambil menutup pintu kamar Shania.
“Bikin burung kertas”, jawab Shania dengan tangan yang masih sibuk melipat – lipat kertas origami.
“Buat apaan?”, tanya Beby dengan wajah yang sedikit bingung.
“Buat bikin harapan”, jawab Shania singkat. Beby mengingat – ingat cerita 1000 burung kertas yang pernah ia dengar.
“Kamu percaya sama dongeng itu? Terus kamu bakal bikin 1000 burung kertas gitu?”, tanya Beby lagi.
“Mungkin. Kalo umur aku masih panjang. Tapi di setiap burung kertas yang udah kubuat aku juga bikin harapan. Sebuah harapan kecil”



***

            Ponsel Beby berbunyi dan membuatnya sadar dari lamunannya. Di layar ponselnya tertera nama Frieska. Beby segera mengangkat panggilannya.
“Kenapa Fries?”
“Gue turut berduka ya buat Shania. Maaf gue gabisa dateng”
“Iya, makasih Fries”

Setelah itu Beby memutuskan sambungan teleponnya.

“Kak kalo misalnya aku nyusul bunda, kakak janji ya gak bakalan sedih”
“……”
“Janji ya kak”
“Iya Shan”

Percakapan itu terus berulang di ingatan Beby. Percakapan terakhirnya dengan Shania.

“Maaf kakak gak bisa nepatin janji kakak ke kamu”, bisik Beby.

Beby bangun dari tempat tidurnya. Membuka laci dan mencari – cari selembar kertas origami disana. Setelah menemukannya, ia membentuknya menjadi sebuah burung kertas. Lalu, ia membisikkan sebuah harapan. Sama seperti yang Shania biasa lakukan. Ia kembali duduk di tempatnya tadi. Ditaruhnya burung kertas tadi di kusen jendela.

“Burung kertas ini sama kayak burung kertas kamu Shan. Dia juga nyimpan harapan kecil. Harapan kecil buat kamu”

~Tamat~


Akhirnya selesai juga ^^ terima kasih sudah membaca. 

Jumat, 16 Agustus 2013

Burung Kertas & Harapan Kecil (Fanfict JKT48) 1st part

Burung Kertas & Harapan Kecil

  



Seorang perempuan berumur sekitar 20 tahun duduk di sebelah jendela kamarnya. Memandangi langit mendung yang mulai mengeluarkan tetesan airnya. Seharusnya ia sedang mengantar kepergian adiknya dan melihatnya untuk terakhir kalinya. Entah sudah berapa orang yang membujuknya untuk keluar dari kamar. Ia mulai berpikir kenapa tidak dirinya saja yang ada di posisi adiknya. Bayangan adiknya mulai terlihat di pikirannya. Adik terbaik yang pernah ada…

***

Di salah satu sekolah di Bandung di pagi hari. Pagi itu adalah hari pertama masuk SMA bagi Shania. SMA 48 itulah nama sekolahnya.

"Yaelah udah mau telat nih", ucap Shania sambil terus berlari.
“Mana kak Beby pake ninggalin segala lagi”, lanjutnya
           
            Saat sedang berlari Shania menabrak seseorang dan mereka berdua pun terjatuh

            "Eh, maaf ya. Lo gak apa-apa kan?",tanya Shania
            "Gak apa apa kok. oh iya lo murid baru ya? kenalin nama gue Gabriela panggil aja Gaby. ini teman gue namanya Ayana. nama lo siapa?", jawab Gaby sambil memperkenalkan dirinya dan temannya
            "Gue Ayana", Kata Ayana sambil tersenyum
            "Oh, gue Shania Junianatha biasa dipanggil Shania atau Shanju " Jawab Shania sambil tersenyum
"Udah yuk kita ke lapangan bentar lagi ospeknya mulai", ajak Gaby
            "Yuk", jawab Shania dan Ayana

Mereka menuju ke lapangan. Disana para murid baru sudah berkumpul karena ospek sudah mau mulai. Beberapa menit kemudian ospek dimulai.
“Ospek hari ini akan segera dimulai. Sebelum ospek dimulai mari kita berdoa menurut agama dan keyakinan masing – masing. Berdoa mulai”, ucap seorang laki – laki yang sepertinya adalah ketua OSIS.
“pertama kami para anggota osis akan memperkenalkan diri. Mulai dari saya. Nama saya Raihan sebagai ketua OSIS”, ucap laki - laki tadi.
Setelah Raihan selesai memperkenalkan diri perempuan di sebelahnya memperkenalkan dirinya. “Nama Saya Delima Risky jabatan wakil ketua osis”, katanya sedikit jutek. “Wakil ketua OSISnya jutek ya”, bisik Ayana ke Shania dan Gaby dan disambut anggukan mereka berdua.

***

Ospek hari pertama pun selesai. Shania pun langsung pulang ke rumahnya menggunakan kendaraan umum. Sesampainya di rumah mereka langsung di sambut oleh kakaknya, Ve.

"Gimana tadi ospeknya? udah dapet temen?", tanya Ve
"Seru kak tadi ospeknya. Aku juga udah dapet temen namanya Gaby sama Ayana", jawab Shania
"Makan dulu gih kan kamu belom sarapan gara – gara kesiangan", kata Ve
Shania langsung mengambil makanan yang sudah disiapkan

“Beby mana kok belum pulang? Kamu tadi gak bareng dia?”, Tanya Ve
“Nggak”. Jawab Shania dengan singkat

            Saat Shania selesai makan tiba – tiba pintu depan dibuka dengan kencang “Braak!!”

            “Kok gue ditinggal?!”, Tanya orang yang membanting pintu tersebut
 “Kirain kelas XI pulangnya belakangan. Maaf kak”, jawab Shania
            “BTW, pintunya jangan dibanting tenaga lo kan gajah ntar rusak lagi”, Canda Shania
“Lo mau gue apain sih Shan?!”, bentak Beby.
“Eeeeh, piss kak”, jawab Shania sambil mengangkat 2 jarinya.
 “Udah-udah jangan berantem, sekarang Beby makan”, lerai Ve.
            “Iya kak”, jawab Beby.
           

            “Shania ke kamar ya kak”, Kata Shania
            “Iya”
         
Sesampainya di kamar Shania langsung mengganti baju seragam dengan baju rumah dan merebahkan badannya di tempat tidur. Badannya terasa sangat lelah. Ia pun langsung tertidur

***

Hari sudah gelap Beby dan Ve sudah siap untuk makan malam.

“Beb kok Shania belom turun ya? Coba panggil deh”, Suruh Ve kepada Beby
“Iya Kak”, jawab Beby

Beby pun segera menuju ke kamar Shania

“Shan bangun makan gih”, ucap Beby
“Masih ngantuk kak”, jawab Shania yang masih setengah tertidur
“Bangun napa kebo banget lo”, Balas Beby
“Iya deh”, jawab Shania sambil bangun dari tempat tidur

Mereka pun menuju ke meja makan dan langsung menyantap makanan yang sudah disiapkan. Setelah selesai mereka menuju ke kamar masing – masing.

***

Waktu sudah menunjukan jam 10.30 malam tapi Shania masih duduk di balkon kamarnya sambil memandang bintang di langit. Saat sedang asyik memandang bintang tiba - tiba pintu kamarnya terbuka. Ve pun masuk ke kamar Shania dan duduk di sebelah Shania

"Belum tidur dek?", Kata Ve

Shania hanya menggeleng dengan mata yang masih terus memandangi kumpulan bintang di langit. Ve yang ucapannya hanya dijawab dengan gelengan oleh Shania akhirnya ikut memandangi langit. Akhirnya Ve membuka pembicaraan lagi.

"Kamu kangen sama bunda ya dek?", tanya Ve
"Iya kak, makannya Shania mandangin langit. kan kata bunda orang yang udah meninggal bakal ada di langit. Bunda udah ninggalin kita selama 8 tahun. Shania kangen sama bunda", jawab Shania
"Gimana kalo besok kita ke makam bunda. Habis kakak jemput kamu sama Beby."
"Oke. Oh iya , Ayah kemana sih kak? udah hampir 3 bulan loh dia belum pulang ke Bandung", tanya Shania
"Kemaren sih ayah bilang kalo pekerjaannya lagi banyak.", jawab Ve
"oooh"

Bunda mereka memang sudah meninggal saat Shania masih berumur 7 tahun karena sebuah penyakit yaitu leukemia dan ayah mereka adalah seorang pengusaha sukses yang bekerja di luar negeri tepatnya di London.

"Sekarang kamu tidur ya. Nanti kesiangan lagi besok", Kata Ve kepada Shania
"Iya kak", Jawab Shania sambil memperlihatkan senyumnya

 Shania pun masuk ke kamar dan merebahkan dirinya di kasur dan tertidur pulas. Sedangkan Ve masih di balkon kamar Shania untuk memandangi langit kota Bandung. Setelah merasa puas memandangi langit, Ve mengecek apakah Shania sudah benar benar tidur atau belum.

"Tidur yang nyenyak ya dek. Mimpi indah", ucap Ve sambil merapihkan selimut yang dipakai Shania kemudian mencium kening Shania. Setelah itu ia baru keluar menuju ke kamar Beby. Ia melakukan hal yang sama seperti yang ia lakukan kepada Shania. Setelah itu ia baru menuju ke kamarnya untuk tidur.

***

Keesokan paginya, saat itu baru pukul 5.30 tetapi Shania sudah rapih dengan seragam sekolahnya. Saat Shania sedang memakai dasinya tiba - tiba Beby masuk. Beby juga sudah rapih dengan seragamnya

"Udah siap lo? kirain belom bangun", kata Beby
"Kesiangan salah kepagian juga salah-__-. yang bener gimana?", Jawab Shania
"Nggak kok bagus daripada lo kesiangan gue tinggal lagi. sekarang sarapan yuk kak Ve udah nunggu tuh"
"yuk"

Mereka langsung menuju ke ruang makan dan sarapan bersama. Selama sarapan tidak ada percakapan satu pun. Setelah itu, Shania dan Beby berangkat ke sekolah diantar oleh Ve.

"Gimana dek udah siap buat ospek hari keduanya?", tanya Ve kepada Shania
"Siap kok kak", jawab Shania

 Tak lama kemudian mereka sampai di SMA 48. Shania dan Beby langsung menuju ke kelas masing – masing (Shania ke ruang ospek) sedangkan Ve menuju ke kampus tempat ia kuliah.
Sesampainya di ruang ospek Shania langsung disapa oleh Gaby.
“Pagi Shan”, sapa Gaby sambil tersenyum
“Pagi juga”, balas Shania sambil menaruh tasnya di kursi

Bel masuk berbunyi semua murid langsung masuk ke kelas dan duduk ke kursi masing – masing dan ospek pun di mulai.

***

Ospek hari kedua selesai. Shania keluar dari ruang ospek bersama Gaby dan Ayana

Saat mereka sedang asyik mengobrol dengan Gaby dan Ayana pundak Shania tiba – tiba ditepuk seseorang.

“Shan yuk pulang”, kata orang tersebut
“Ih, kak Beby ngagetin aja”, kata Shania
“Ya maaf, soalnya kak Ve udah nungguin diluar”, balas Beby
“Oh iya kak, kenalin ini temenku yang ini Gaby yang itu Ayana”, kata Shania mengenalkan kedua temannya.
“Hai kak”, kata Gaby dan Ayana sambil tersenyum
“Hai. Shan yuk pulang”, Kata Beby sambil tersenyum kepada Gaby dan Ayana.
Mereka segera menuju mobil. Di dalam mobil Ve sudah menunggu mereka.
“Kak jadi kan?”, Tanya Shania kepada Ve
“Jadi kok dek”, jawab Ve
            “Kita mau ngapain sih kak, dek?”, Tanya Beby yang tidak tau apa – apa.
            “Kita mau ke makam bunda kak”, jawab Shania

***

beberapa saat kemudian, mereka sampai di tempat pemakaman umum tempat bunda mereka dimakamkan. Mereka duduk di depan makam bunda mereka. Lalu mereka mengirimkan doa kepada bunda mereka. Setelah selesai berdoa. Mereka membersihkan bunda mereka.

‘Bunda, Shania kangen sama bunda. Bunda udah ninggalin Shania, ayah, Kak Ve dan Kak Beby 8 tahun. Kenapa sih bunda harus ninggalin Shania waktu Shania masih kecil. Shania masih butuh kasih sayang seorang bunda.’, kata Shania dalam hati

‘Bun, gimana disana? Indah kan? Bunda bahagia kan disana? Beby harap bunda bahagia disamping tuhan. Sekarang Shania udah masuk SMA bun. 1 sekolah sama Beby. Nem dia di SMP juga memuaskan bun. Beby bangga punya adek kayak dia’, itulah kata hati Beby

“Udah yuk. Udah 30 menit dan kita belum makan. Kita makan diluar aja ya”, kata Ve. Mereka pun pergi dari TPU tersebut dan menuju ke salah satu restoran.

***

“Kalian mau makan apa?”, Tanya Ve saat sudah sampai di restoran.
“aku mau steak sama orange juice kak”, jawab Shania.
“Aku sama kayak Shania tapi minumnya lemon tea”, kata Beby. Ve memanggil pelayan.
“Mau pesen apa kak?”, Tanya si pelayan.
“Steak 3, orange juice 1, lemon tea 1 sama es teh manis 1”, jawab Ve. Tak lama kemudian makanan mereka tiba. Mereka langsung memakannya. Saat sedang makan Shania merasakan sedikit pusing di kepalanya. Tapi, ia tak menghiraukannya dan menganggapnya hanya pusing biasa. Setelah selesai makan dan membayar makanan, mereka pulang ke rumah.

***

Setelah sampai ke rumah. Mereka langsung menuju ke kamar masing – masing. Shania langsung mengganti bajunya dan mendengarkan lagu dari ipodnya. Saat sedang mendengarkan lagu ia merasakan sakit di kepalanya lagi. “Daritadi kok pusing terus sih”, kata Shania sedikit kesal sambil memukul kepalanya. Ia mengambil obat sakit kepala yang ada di kamarnya dan meminumnya. Ia kembali mendengarkan lagu. Membiarkan efek obat itu bekerja.

Ia mendengar pintu kamarnya diketuk.
“Shan”, ucap orang yang mengetuk pintu.
“Masuk aja kak. Gak di kunci kok”. Beby masuk ke kamar Shania.
“lagi ngapain lo?”, Tanya Beby.
“Dengerin lagu”, jawabnya singkat.
“lagu apa?”, Tanya Beby lagu. Shania menunjukkan layar ipodnya ke Beby untuk menjawab pertanyaannya.
“Oh, Give Me Five”.
“Eh, kok muka lo jadi agak pucat sih?”, Tanya Beby sedikit khawatir.
“Emang iya?”, kata Shania. Ia memandang wajahnya di cermin. Wajahnya memang sedikit pucat tapi ia mencoba membuat Beby tak khawatir.
 “Biasa aja kok kak”, lanjutnya.
“Mungkin gue salah liat. Udah ya gue mau tidur”, kata Beby sambil keluar dari kamar Shania. ‘ini kenapa sih pusingnya gak hilang – hilang’ batin Shania.
Ia mencoba membiarkan pusingnya dan membuka laptopnya.  Ia log in ke twitternya. Melihat – lihat TimeLine sebentar. Lalu, membuka tab interactions. Ada beberapa mention masuk disitu. Dari teman – teman ospeknya yang kebanyakan bertuliskan ‘Shan follback ya’. Ia mengfollback semuanya dan membalas dengan kata ‘followed’. Karena merasa tidak ada yang seru di twitter ia membuka youtube dan menutup tab twitter. Ia menonton video – video AKB48 sampai malam.

***

           
“Shania ayo makan!”, teriak Ve dari ruang makan

Shania turun ke bawah dan langsung menuju ke meja makan.
“makan nih nasi gorengnya”, kata Ve.
“Kok muka kamu agak pucat sih Shan”, Tanya Ve setelah memperhatikan wajah Shania.
“Gapapa kok kak. Mungkin cuma kecapekan”, jawab Shania. Mereka langsung memakan habis nasi gorengnya.
“Aku ke kamar ya”, kata Shania dan bersiap untuk pergi.
“Kamu gamau ngobrol sama kita? Kita udah lama gak ngobrol bertiga”, kata Ve. Shania pun duduk kembali.
“Gimana sekolah kalian?”, Tanya Ve.
“Baik – baik aja kok kak”, kata Beby.
Shania menggangguk sambil bertanya, “Kakak sendiri gimana kuliahnya?”.  
“Bagus kok”, jawab Ve.
“Apaan yang bagus?”, Tanya Beby.
“Nilainya beb”, jawab Ve. Beby hanya meng ‘o’ kan mulutnya.
“Kak aku ngantuk. Aku ke kamar ya”, kata Shania dan langsung meninggalkan ruang makan.

Shania tidak langsung tidur ia duduk di kursi di kamarnya. Ia masih merasakan sedikit pusing di kepalanya. ‘ini kenapa sih daritadi pusing terus’, ucapnya dalam hati. Ia memijat – mijat kepalanya agar rasa sakit itu hilang.

***

Sekitar jam 5 pagi Shania terbangun. Baju yang ia kenakan sudah basah. Ia bingung ‘kok basah sih? Masa keringetan kan semalem pake AC’, batinnya sambil melihat ke arah AC yang masih menyala. Ia langsung mandi untuk menghilangkan keringat di tubuhnya sekaligus bersiap – siap ke sekolah.

Setelah selesai mandi ia menuju ke ruang makan untuk sarapan. Di ruang makan Beby dan Ve sudah mulai makan. Di meja makan sudah disiapkan sereal untuk sarapan. Ia menuangkan sereal dan susu ke dalam mangkuk lalu melahapnya. Selama sarapan tidak ada percakapan satu pun.
“Udah selesai kan Shan. Yuk berangkat”, kata Ve saat Shania sudah selesai makan. Mereka pun berangkat ke sekolah.  Sekitar 15 menit mereka sudah sampai di SMA 48. Shania dan Beby segera turun dan Ve melajukan mobilnya kembali ke arah kampusnya.

***

Ve sudah sampai di kampusnya. Setelah memakirkan mobilnya ia menuju ke fakultas design. Diletakkan tasnya di salah satu kursi dan ia duduk disitu. Ia teringat wajah Shania yang pucat sejak kemarin. ‘Shania kenapa ya. Dari kemarin wajahnya pucat’, batinnya. ‘jangan – jangan dia sakit lagi’, Ve mulai berpikir negatif.
“Woy ngelamun aja lo!”, seru seseorang sambil menepuk pundak Ve.
“Kinal! Lo ngagetin tau”, kata Ve.
“Lagian lo ngelamun. Entar kesambet loh”, ucap Kinal sambil meletakkan tasnya di kursi di sebelah Ve.
“ngelamunin apa sih?”, Tanya Kinal yang mulai penasaran.
“Shania nal. Dari kemarin wajahnya pucat. Tapi dia bilang cuma kecapekan. Gue takut dia kenapa – napa nal”, jawab Ve
“Baru dari kemarin kan? Bisa aja sih dia kecapekan. Dia lagi ospek kan? Ospek kan biasanya kegiatannya banyak. Coba lo liat sekitar 1 atau 2 minggu ke depan. Kalo dia sering pucat baru lo tanyain dia kenapa.”, kata Kinal memberi saran
“Tapi dia anaknya tertutup dan jarang ngasih tau apa yang lagi dia rasain. Setiap gue tanya dia cuma bilang ‘gapapa kak’ atau ‘paling cuma kecapekan’. Dari dulu emang gitu. Dia beda banget sama Beby yang terbuka sama gue”, kata Ve.
“Susah juga kalau kayak gitu. Soalnya adek gue terbuka sama gue. Dia jarang nyembunyiin sesuatu. Udah ah, dosennya udah dateng tuh”, balas Kinal sambil menunjuk dosen yang memasuki ruangan.

***

 “Beby!”, seru seorang laki – laki ke Beby.
“Apaan sih yan?”, Tanya Beby.
“Lo punya adek ya disini? Murid kelas X”, orang yang dipanggil “yan” balik bertanya.
“Iya. Si Shania. Emang kenapa? Lo suka ya sama dia?”, Beby menuduh Rian. Si laki – laki tadi.
“Hah?! Enggak kok. Nanya aja”, jawab Rian.
“Kalo suka juga gapapa kok”, Canda Beby.
“Nggak lah. Udah ah gue mau ke kantin”, balas Rian.

***

“Shan ikut ke kantin gak”, Tanya Gaby.
“Nggak Gab. Gue capek”, jawab Shania.
“Ya udah gue ke kantin ya. Mau nitip gak?”, Tanya Gaby.
“Mau deh. Gue titip lemon tea”, jawab Shania sambil memberikan uang ke Gaby.
“Kalo lo Ay. Ikut atau mau nitip gak?”, Tanya Gaby ke Ayana.
“Nggak usah. gue bawa bekal”, jawab Ayana sambil menunjuk ke bekalnya. Gaby pergi ke kantin. Shania menidurkan kepalanya di meja. Ia merasa mengantuk dan akhirnya tertidur.

Shania merasa tubuhnya digoyangkan. Ia membuka matanya dan melihat Gaby di depannya.
“Nih pesanan lo”, kata Gaby sambil memberikan lemon tea pesanan Shania.
“Thanks Gab”, ucap Shania sambil mengambil lemon tea dari tangan Gaby lalu meminumnya. Shania melihat ke belakang. Ayana memakan bekalnya dengan lahap. Shania meminum habis lemon tea nya lalu membuangnya ke tempat sampah.
“Shan, lo sakit ya? muka lo pucat banget”, Tanya Gaby. ‘Perasaan dari kemarin orang pada bilang gue pucat padahal gue kan gak kenapa – napa’, batin Shania
“Gue gak kenapa – napa kok”, jawab Shania. Bel berbunyi. Para mentor pun masuk. Dan ospek dilanjutkan.

***

Sudah 30 menit dari bel pulang. Tapi, Shania dan Beby masih duduk di halte depan sekolah untuk menunggu Ve.
“Kak, kok kak Ve lama sih”, Tanya Shania ke Beby.
“Mana gue tau Shan”, jawab Beby.
“Mau dengerin lagu gak kak”, Tanya Shania sambil mengeluarkan ipodnya.
“Boleh”, jawab Beby. Shania memasukan salah satu ujung earphone ke telinganya dan memberikan ujung yang satunya ke Beby. Beby mengambil ujung earphone dari Shania dan memasukannya ke dalam telinganya. Shania dan Beby bernyanyi kecil.

Tak lama kemudian Ve sudah sampai di sekolah mereka. Beby dan Shania melepaskan earphone dari telinganya dan masuk ke dalam mobil.
“Kok lama kak?”, Tanya Shania.
“Maaf ya. Tadi ada tambahan”, jawab Ve.

***

2 Minggu kemudian.....

Sekitar 2 minggu ini Shania sering merasakan pusing dan juga mimisan. Mukanya juga sering pucat dan mudah lelah. Berat badannya juga menurun drastis.

Shania sedang duduk di balkon kamarku sambil membaca novel yang baru ia beli kemarin. Mom Is My Hero itu judulnya. Shania mulai membacanya. Lembar demi lembar ia baca dengan seksama. Saat sedang asyik membaca ia melihat setetes cairan merah jatuh ke novelku. Dirabanya bagian bawah hidungnya. 'Mimisan?' Shania langsung berlari ke kamar mandi. Dibiarkannya darah itu mengalir dari hidungknya ke wastafel.


Sekitar 15 menit mimisannya berhenti. Tapi, Shania mulai merasakan pusing di kepalanya dan dadanya terasa sesak. Ia duduk di tempat tidurnya. Rasa sakit yang kali ini berbeda dari biasanya. Jauh lebih sakit dari biasanya. Ia menggenggam selimut yang ada di sebelahnya erat – erat untuk mengurangi rasa sakit. Darah mulai keluar dari hidungnya lagi. Ia tak kuat lagi menahannya. Penglihatannya mulai mengabur dan semuanya menjadi gelap.