Pages

Senin, 16 Juni 2014

Jingga di Balik Bukit (Fanfic JKT48) Terinspirasi dari: Ratu Vienny

Tugas akhir semester. LOL

***      

Satu demi satu bunga sakura mulai gugur. Musim semi telah berakhir di negeri matahari terbit. Seorang gadis berwajah khas indonesia duduk di bawah salah satu pohon sakura. Membiarkan dirinya di hujani bunga berwarna pink. Kedua telinganya di sumpal dengan earphone. Seolah - olah tidak ingin mendengar dunia dibalik earphone-nya.
Selama 1 jam ia duduk disitu. Hingga akhirnya ia bangun dan mulai melangkah. Apartemen. Itu tujuan dia! Kembali mengasingkan diri dari dunia luar. Dunia yang menurutnya tidak lebih indah dari kamar apartemennya.

***

Saat ia baru akan membuka pintu kamarnya, seorang gadis yang lebih muda darinya menghampirinya. "Kak Viny!", seru cewek itu dengan bahasa Indonesia, karena dia juga berasal dari Indonesia. "Kenapa Nad?” jawab dan tanya Viny. "Malam ini aku boleh menginap di kamar kakak nggak? Ayah sama Ibu pergi", jelas Nadila. "Yaudah", jawab Viny datar. "Aku ambil baju dulu ya kak!", ucap Nadila seraya berlari ke arah kamarnya.
Viny segera masuk ke kamarnya. Melemparkan tas selempangnya asal hingga mengenai sebuah bingkai foto hingga jatuh dan pecah. Tapi, ia hanya diam sambil menatap bingkai tersebut sinis. Bingkai yang berisi foto keluarganya dibiarkan saja di lantai. Sedangkan Viny, hanya berbaring di tempat tidurnya.
Tak lama kemudian Nadila datang dengan tas berisi baju. Ia meletakkannya di atas sofa yang tak terlalu jauh dari pintu masuk. "Nad, tolong kunciin pintunya ya", ucap Viny tanpa menatap Nadila. Dan Nadila langsung mengunci pintu masuk. "Kak kok ini bingkainya pecah?", tanya Yuvi. "Tadi kena tas terus jatuh", jawb Viny singkat. “Gak diberesin kak?”, tanya Nadila lagi. “Gausah. Besok pagi aja”, balas Viny. Nadila hanya diam dan duduk di sebelah Viny. Viny merenung sejenak. Sebenci itukah ia dengan keluarganya? Sampai – sampai bingkai berisi foto mereka yang pecah saja enggan untuk dibereskannya. ‘Untuk apa aku memikirkan mereka? Mereka saja tak pernah peduli padaku’, ucap Viny dalam hati.
“Kak, kakak nggak kangen apa sama keluarga kakak? Kakak kan udah lama nggak balik ke Indonesia”, Nadila mencoba membuka pembicaraan. “Biasa aja”, jawab Viny. Ia mencoba menerawang jauh ke dalam pikirannya. Mencoba mengingat tentang keluarganya yang sudah lama tidak ia pikirkan. “Kakak ada masalah sama mereka?”. “Mungkin” Pertanyaan Nadila kali ini benar – benar membawa Viny ke alamnya sendiri. Mulai dari saat ia masih duduk di bangku SD hingga 2 tahun yang lalu saat ia memutuskan untuk mengambil S1 di Jepang.

***

Beberapa hari telah berlalu. Viny masih dalam kesendiriannya dia dalam kamar.  Mukanya ia tutupi dengan sebuah novel yang sedang dibacanya. Ia bukannya bosan. Ia hanya lelah dengan hidupnya. Hitam, gelap dan msembosankan. Sama seperti bukit pada senja hari.

Saat Viny hampir tertidur, ponselnya berbunyi. Sebuah panggilan masuk dari nomor tak dikenal. Dengan setengah malas ia mengangkat panggilan itu. “Halo”. ‘………’. “Ini Siapa?”, Viny bertanya dengan bahasa Indonesia, karena si penelpon berbicara dengan bahasa Indonesia. ‘………’. Sebelum orang di seberang telepon menyelesaikan kalimatnya, Viny sudah memutusnya. ‘Ngapain dia nelpon?’, tanya Viny dalam hati. ‘Bukankah selama ini dia tak peduli denganku’, lanjutnya. Sedangkan orang dibalik telpon tadi hanya bisa mendesah dan merenung.

***

Viny kembali di taman yang sama. Hanya saja bunga sakura sudah tak lagi bermekaran. Ia mengambil spot yang cukup jauh dari keramaian, sehingga ia bisa cukup tenang dalam kesendiriannya. Dengan earphone di telinga dan novel di tangan, Viny mulai terbawa ke dunianya sendiri.

Dunia Viny sempurna untuk sejenak. Hingga ia melihat perempuan yang dikenalnya. Viny membelalakan matanya. ‘sedang apa dia disini?!’. Viny segera memasukkan barangnya ke dalam tas yang dibawanya. Lalu, cepat – cepat pergi. Tapi, perempuan tersebut sudah melihat Viny dan segera berlari ke arahnya. “Viny!”, teriak orang itu. Viny tak menghiraukannya. Ia terus berjalan dengan langkah cepat.
“Viny!!” Tangan Viny tertangkap oleh perempuan tadi. “Kamu kenapa nggak jawab kakak?”, tanya orang tadi “Emangnya Kak Veranda butuh jawaban aku?”, Viny justru bertanya balik. Veranda hanya terdiam. Tak tahu harus menjawab apa. “Kakak ngapain disini?”, tanya Viny saat moodnya mulai membaik. “Nengokin kamu sambil membawa kabar dari Indonesia”, jawabnya. “Aku nggak butuh kabar”, balas Viny lalu berjalan pergi. “Viny!! Tunggu!”, Veranda mulai menyamai langkah Viny. “Kakak ikut kamu ya?”, ucapnya. “Ikut aja.”

***

“Kamu bener – bener nggak mau tau tentang kabar di Indonesia?”, tanya Veranda saat sampai di apartemen Viny. Viny hanya menggeleng di tempat duduknya. “Ayah sakit Vin”, ucap Veranda. Viny hanya diam seolah – olah tak peduli. Ayah. Orang yang selalu membandingkan dia dengan kakaknya. Membuat dia terlihat jelek dan membuat Veranda menjadi sempurna. “Kamu nggak mau pulang ke Indonesia?”, tanya Veranda. “Libur kuliah aku masih lama”, jawab Viny. ‘Segitu bencikah kamu Vin?’

***

Keesokan paginya…

Veranda baru bangun dari tidurnya. Sedangkan Viny, ia sudah bangun dari 1 jam yang lalu dan sekarang ia sedang bersiap – siap untuk berangkat kuliah. “Kamu mau kemana Vin?”, tanya Veranda. “Kuliah”, jawab Viny tanpa menatap kakaknya. “Kakak anter ya?”, tawar Veranda. “Nggak usah. Lagian kakak belum siap – siap. Nanti yang ada aku telat!”, tolak Viny. “Yah dek, kayak gini kan gapapa. Kakak ikut ya?”, Veranda memohon. “AKU BILANG ENGGAK YA ENGGAK!!”, bentak Viny lalu keluar dari kamarnya. Veranda hanya diam. Sedih. Ia merasa dicampakkan oleh adiknya sendiri. ‘Apa yang kakak harus lakuin sih buat bikin kamu nggak sama benci kakak?’, gumamnya

***

Sudah hampir 1 minggu Veranda di Jepang. Tapi, keberadaannya seperti tak dianggap oleh Viny. Viny yang terlalu cuek dan ia yang tak tahu harus berbuat apa.  Ponsel Veranda menandakan masuknya pesan. Dengan cepat ia membukanya dan membaca rangkaian kata itu. Kaget. Itu yang Veranda rasakan. Sekarang ia hanya tinggal menunggu Viny dan memberitahunya.
“Kreek”, pintu terbuka. Veranda reflek menoleh. Viny sudah ada di dalam kamar. Tanpa berpikir panjang Veranda langsung memberitahu kabar dari pesan tadi. “Ayah meninggal Vin”

***

Kedatangan Viny di Indonesia disambut cukup baik. Sangat berbeda dengan satu setengah tahun yang lalu. Viny tidak tahu apa yang ia rasakan sekarang. Sedih atas kepergian sang ayah dan senang atas sambutan ini. Semua orang di sekeliling Viny menangis. Tapi tidak dengannya. Dia hanya diam. Menatap jasad ayahnya dengan sorotan mata yang sedih. Viny sedikit menyesal. Namun, ia sadar, penyesalannya tak akan berarti apapun.
Viny melihat ke arah ibunya. Ibunya menangis tak henti – henti. Tanpa sadar, Viny melangkahkan kakinya ke arah ibunya. Ia duduk di samping ibunya sambil berkata, “Mah, mama jangan nangis lagi ya”. Ibu Viny menatap Viny dengan tatapan bingung campur sedih. Tak percaya bahwa anak yang sudah lama tak ditemuinya akan berkata seperti itu. “Iya Vin. Dan maaf kalo selama ini mama udah bersikap nggak baik sama kamu”, balas Ibu Viny.

***

Pemakaman ayah sudah selesai sejak tadi. Sekarang Viny hanya menatapi bukit di belakang rumahnya. Bukit yang menurutnya serupa dengan hidupnya. Hitam dan gelap. Viny melangkahkan kakinya ke arah bukit. Sekedar ingin mengetahui apa yang ada dibaliknya.

Viny cukup terkagum saat melihat balik bukit itu. Jingga bukan Hitam. Terang bukan gelap. ‘Bagaimana kamu bisa lupa dengan jingga di balik bukit Vin?’, gumamnya sambil menatap lurus ke arah matahari senja.

~~~TAMAT~~~






Tidak ada komentar:

Posting Komentar