Pages

Senin, 16 Juni 2014

Jingga di Balik Bukit (Fanfic JKT48) Terinspirasi dari: Ratu Vienny

Tugas akhir semester. LOL

***      

Satu demi satu bunga sakura mulai gugur. Musim semi telah berakhir di negeri matahari terbit. Seorang gadis berwajah khas indonesia duduk di bawah salah satu pohon sakura. Membiarkan dirinya di hujani bunga berwarna pink. Kedua telinganya di sumpal dengan earphone. Seolah - olah tidak ingin mendengar dunia dibalik earphone-nya.
Selama 1 jam ia duduk disitu. Hingga akhirnya ia bangun dan mulai melangkah. Apartemen. Itu tujuan dia! Kembali mengasingkan diri dari dunia luar. Dunia yang menurutnya tidak lebih indah dari kamar apartemennya.

***

Saat ia baru akan membuka pintu kamarnya, seorang gadis yang lebih muda darinya menghampirinya. "Kak Viny!", seru cewek itu dengan bahasa Indonesia, karena dia juga berasal dari Indonesia. "Kenapa Nad?” jawab dan tanya Viny. "Malam ini aku boleh menginap di kamar kakak nggak? Ayah sama Ibu pergi", jelas Nadila. "Yaudah", jawab Viny datar. "Aku ambil baju dulu ya kak!", ucap Nadila seraya berlari ke arah kamarnya.
Viny segera masuk ke kamarnya. Melemparkan tas selempangnya asal hingga mengenai sebuah bingkai foto hingga jatuh dan pecah. Tapi, ia hanya diam sambil menatap bingkai tersebut sinis. Bingkai yang berisi foto keluarganya dibiarkan saja di lantai. Sedangkan Viny, hanya berbaring di tempat tidurnya.
Tak lama kemudian Nadila datang dengan tas berisi baju. Ia meletakkannya di atas sofa yang tak terlalu jauh dari pintu masuk. "Nad, tolong kunciin pintunya ya", ucap Viny tanpa menatap Nadila. Dan Nadila langsung mengunci pintu masuk. "Kak kok ini bingkainya pecah?", tanya Yuvi. "Tadi kena tas terus jatuh", jawb Viny singkat. “Gak diberesin kak?”, tanya Nadila lagi. “Gausah. Besok pagi aja”, balas Viny. Nadila hanya diam dan duduk di sebelah Viny. Viny merenung sejenak. Sebenci itukah ia dengan keluarganya? Sampai – sampai bingkai berisi foto mereka yang pecah saja enggan untuk dibereskannya. ‘Untuk apa aku memikirkan mereka? Mereka saja tak pernah peduli padaku’, ucap Viny dalam hati.
“Kak, kakak nggak kangen apa sama keluarga kakak? Kakak kan udah lama nggak balik ke Indonesia”, Nadila mencoba membuka pembicaraan. “Biasa aja”, jawab Viny. Ia mencoba menerawang jauh ke dalam pikirannya. Mencoba mengingat tentang keluarganya yang sudah lama tidak ia pikirkan. “Kakak ada masalah sama mereka?”. “Mungkin” Pertanyaan Nadila kali ini benar – benar membawa Viny ke alamnya sendiri. Mulai dari saat ia masih duduk di bangku SD hingga 2 tahun yang lalu saat ia memutuskan untuk mengambil S1 di Jepang.

***

Beberapa hari telah berlalu. Viny masih dalam kesendiriannya dia dalam kamar.  Mukanya ia tutupi dengan sebuah novel yang sedang dibacanya. Ia bukannya bosan. Ia hanya lelah dengan hidupnya. Hitam, gelap dan msembosankan. Sama seperti bukit pada senja hari.

Saat Viny hampir tertidur, ponselnya berbunyi. Sebuah panggilan masuk dari nomor tak dikenal. Dengan setengah malas ia mengangkat panggilan itu. “Halo”. ‘………’. “Ini Siapa?”, Viny bertanya dengan bahasa Indonesia, karena si penelpon berbicara dengan bahasa Indonesia. ‘………’. Sebelum orang di seberang telepon menyelesaikan kalimatnya, Viny sudah memutusnya. ‘Ngapain dia nelpon?’, tanya Viny dalam hati. ‘Bukankah selama ini dia tak peduli denganku’, lanjutnya. Sedangkan orang dibalik telpon tadi hanya bisa mendesah dan merenung.

***

Viny kembali di taman yang sama. Hanya saja bunga sakura sudah tak lagi bermekaran. Ia mengambil spot yang cukup jauh dari keramaian, sehingga ia bisa cukup tenang dalam kesendiriannya. Dengan earphone di telinga dan novel di tangan, Viny mulai terbawa ke dunianya sendiri.

Dunia Viny sempurna untuk sejenak. Hingga ia melihat perempuan yang dikenalnya. Viny membelalakan matanya. ‘sedang apa dia disini?!’. Viny segera memasukkan barangnya ke dalam tas yang dibawanya. Lalu, cepat – cepat pergi. Tapi, perempuan tersebut sudah melihat Viny dan segera berlari ke arahnya. “Viny!”, teriak orang itu. Viny tak menghiraukannya. Ia terus berjalan dengan langkah cepat.
“Viny!!” Tangan Viny tertangkap oleh perempuan tadi. “Kamu kenapa nggak jawab kakak?”, tanya orang tadi “Emangnya Kak Veranda butuh jawaban aku?”, Viny justru bertanya balik. Veranda hanya terdiam. Tak tahu harus menjawab apa. “Kakak ngapain disini?”, tanya Viny saat moodnya mulai membaik. “Nengokin kamu sambil membawa kabar dari Indonesia”, jawabnya. “Aku nggak butuh kabar”, balas Viny lalu berjalan pergi. “Viny!! Tunggu!”, Veranda mulai menyamai langkah Viny. “Kakak ikut kamu ya?”, ucapnya. “Ikut aja.”

***

“Kamu bener – bener nggak mau tau tentang kabar di Indonesia?”, tanya Veranda saat sampai di apartemen Viny. Viny hanya menggeleng di tempat duduknya. “Ayah sakit Vin”, ucap Veranda. Viny hanya diam seolah – olah tak peduli. Ayah. Orang yang selalu membandingkan dia dengan kakaknya. Membuat dia terlihat jelek dan membuat Veranda menjadi sempurna. “Kamu nggak mau pulang ke Indonesia?”, tanya Veranda. “Libur kuliah aku masih lama”, jawab Viny. ‘Segitu bencikah kamu Vin?’

***

Keesokan paginya…

Veranda baru bangun dari tidurnya. Sedangkan Viny, ia sudah bangun dari 1 jam yang lalu dan sekarang ia sedang bersiap – siap untuk berangkat kuliah. “Kamu mau kemana Vin?”, tanya Veranda. “Kuliah”, jawab Viny tanpa menatap kakaknya. “Kakak anter ya?”, tawar Veranda. “Nggak usah. Lagian kakak belum siap – siap. Nanti yang ada aku telat!”, tolak Viny. “Yah dek, kayak gini kan gapapa. Kakak ikut ya?”, Veranda memohon. “AKU BILANG ENGGAK YA ENGGAK!!”, bentak Viny lalu keluar dari kamarnya. Veranda hanya diam. Sedih. Ia merasa dicampakkan oleh adiknya sendiri. ‘Apa yang kakak harus lakuin sih buat bikin kamu nggak sama benci kakak?’, gumamnya

***

Sudah hampir 1 minggu Veranda di Jepang. Tapi, keberadaannya seperti tak dianggap oleh Viny. Viny yang terlalu cuek dan ia yang tak tahu harus berbuat apa.  Ponsel Veranda menandakan masuknya pesan. Dengan cepat ia membukanya dan membaca rangkaian kata itu. Kaget. Itu yang Veranda rasakan. Sekarang ia hanya tinggal menunggu Viny dan memberitahunya.
“Kreek”, pintu terbuka. Veranda reflek menoleh. Viny sudah ada di dalam kamar. Tanpa berpikir panjang Veranda langsung memberitahu kabar dari pesan tadi. “Ayah meninggal Vin”

***

Kedatangan Viny di Indonesia disambut cukup baik. Sangat berbeda dengan satu setengah tahun yang lalu. Viny tidak tahu apa yang ia rasakan sekarang. Sedih atas kepergian sang ayah dan senang atas sambutan ini. Semua orang di sekeliling Viny menangis. Tapi tidak dengannya. Dia hanya diam. Menatap jasad ayahnya dengan sorotan mata yang sedih. Viny sedikit menyesal. Namun, ia sadar, penyesalannya tak akan berarti apapun.
Viny melihat ke arah ibunya. Ibunya menangis tak henti – henti. Tanpa sadar, Viny melangkahkan kakinya ke arah ibunya. Ia duduk di samping ibunya sambil berkata, “Mah, mama jangan nangis lagi ya”. Ibu Viny menatap Viny dengan tatapan bingung campur sedih. Tak percaya bahwa anak yang sudah lama tak ditemuinya akan berkata seperti itu. “Iya Vin. Dan maaf kalo selama ini mama udah bersikap nggak baik sama kamu”, balas Ibu Viny.

***

Pemakaman ayah sudah selesai sejak tadi. Sekarang Viny hanya menatapi bukit di belakang rumahnya. Bukit yang menurutnya serupa dengan hidupnya. Hitam dan gelap. Viny melangkahkan kakinya ke arah bukit. Sekedar ingin mengetahui apa yang ada dibaliknya.

Viny cukup terkagum saat melihat balik bukit itu. Jingga bukan Hitam. Terang bukan gelap. ‘Bagaimana kamu bisa lupa dengan jingga di balik bukit Vin?’, gumamnya sambil menatap lurus ke arah matahari senja.

~~~TAMAT~~~






Jumat, 28 Februari 2014

Rapuh (Fanfict JKT48) Terinspirasi oleh: Lidya dan Viny JKT48


Sumpah ini bukan love story.

~~~

Aku memandang foto di genggaman tanganku. Sebuah foto yang memperlihatkan 2 anak perempuan yang sedang bermain bersama. Ya, satunya adalah aku dan yang satunya lagi adalah sahabatku, Viny.

Aku mengambil beberapa barang lagi dari sebuah box yang dulu Viny berikan. Pikiranku mulai terhanyut ke memori - memori indah masa laluku. Memori yang sengaja ku tinggalkan di dalam pikiranku.

~~~

"Lidya!!! Tolong dorongin ayunannya dong!!", teriak Viny yang saat itu masih berumur 10 tahun.

"Bentar Vin! Aku iket tali sepatu dulu!!", jawabku. Setelah selesai aku segera berlari menuju ayunan yang sudah Viny duduki. Aku mulai mendorong ayunan dengan tanganku.

"Vin, udah ya. Aku capek", keluhku setelah 10 menit mendorong ayunan.
"Yah... Yaudah deh", balasnya.
"Lidya, bantuin bangun dong", pintanya.
"Iya vin", jawabku sambil mengambil tongkat milik Viny yang ditaruhnya disamping ayunan. Lalu, membantunya untuk bangun dari ayunan. Ya, Viny memang tidak sesempurna anak - anak lainnya. Ia membutuhkan tongkat untuk berjalan.
"Maaf ya lid, aku ngerepotin kamu terus", ucapnya dengan wajah sedih.
"Nggak kok vin. Lagian itu gunanya teman kan. Sekarang pulang yuk udah jam 5", balasku berusaha menghiburnya.
"Yuk"
~~~

"Viny!!!", teriakku sambil berlari kala melihat Viny yang saat itu masih berseragam putih - biru. Ia langsung berhenti dan berbalik ke arahku.
"Kenapa Lid?", tanyanya dengan muka bingung. 
"Gapapa kok Vin. Cuma mau ngasih ini", ucapku sambil memberikan sebuah scrapbook kepada Viny.
"Ini apaan Lid? Scrapbook", tanyanya sambil membolak - balikan scrapbook tersebut.
"Iya! Tentang kita berdua", jawabku.
"Wahh, makasih ya Lid. Kamu yang bikin?", tanyanya antusias.
"Iya. Maaf ya kalo jelek", balasku.
"Kringggg"
"Udah bel Vin yuk ke kelas", ajakku. Viny hanya membalas ucapanku dengan anggukan

~~~

            Siang itu, terik matahari sedang panas – panasnya menyinari bumi. Tapi, hal itu tidak mengurangi semangat anak – anak SMP yang sedang melakukan pentas seni. Termasuk aku dan Viny.
“Lid, bisa ke rumahku sebentar nggak?”, tanya Viny setelah acara selesai.
“Bisa kok Vin. Mau ngapain emangnya?”, jawab sekaligus tanyaku.
“Mau ada yang aku omongin dan ada sesuatu yang mau aku kasih ke kamu”, terangnya.

Skip -->

“Tunggu bentar ya Lid”, ucap Viny lalu mulai mencari sesuatu di meja belajarnya. Setelah ia menemukan benda yang dicarinya, ia membuka lemari dan mengambil sesuatu di dalamnya.
“Vin, ini kok banyak kardus?”, tanyaku setelah menyadari adanya hal sedikit janggal di kamar Viny. Viny tak menjawab pertanyaanku melainkan duduk di sebelahku.
“Waktu itu kan kamu ngasih aku scrapbook. Sekarang aku juga mau ngasih buat kamu”, ucapnya sambil memberi scrapbook ber-cover warna biru muda.
“Dan ini, hadiah ulang tahun buat kamu”, lanjutnya dengan lirih. Sejenak aku hanya membalasnya dengan tatapan bingung. Ulang tahunku bulan Agustus, sedangkan sekarang masih bulan Juni.
“Nggak kecepetan Vin?”
“Besok aku mau pindah ke Jogja lid”, jawabnya singkat.
“Kok baru bilang sekarang Vin?”, tanyaku.
“Maaf”, balasnya sambil menduduk. Sejenak terjadi keheningan antara kita berdua. Aku masih mencoba mencerna kejadian ini.
“Makasih buat semuanya Lid. Maaf, aku selalu ngerepotin kamu”, Ucap Viny memecah keheningan.

~~~

“I want you! I need you! I love you!”, ringtone hpku menyadarkan lamunanku. Aku segera menekan tombol hijau untuk mengangkat panggilan.
“Lidya, jangan lupa ya nanti ada latihan”, ucap orang di seberang telepon.
“Iya kak. Aku datang kok”, jawabku.
“Sip”

Sambungan pun terputus dengan sendirinya.
Vin, apa kamu tahu diriku yang sekarang. Aku sudah menjadi salah satu bagian dari idol group kesukaanmu, JKT48. Aku sudah dikenal banyak orang Vin, seperti harapanku dulu. Tapi dibalik semua ini, aku hanya kertas rapuh yang masih membutuhkan kamu.

~~~The End~~~



Alhamdulillah nggak ngaret. hahaha

Sabtu, 22 Februari 2014

Dare to Dream

"Hey, apa kamu punya mimpi", tanya orang di sebelahku tiba - tiba, sahabatku.
"Ya tentu, semua orang pasti punya mimpi. Baik kecil maupun besar. Memang kenapa?", Jawab dan tanyaku.
"Aku merasa bahwa aku tidak punya mimpi", jawabnya. Aku berpikir sejenak untuk membalas pertanyaannya.
"Mungkin kamu bukan tidak punya, melainkan belum punya. Aku yakin suatu saat kamu akan menemukannya", balasku.
"Ngomong - ngomong, apa mimpimu", tanyanya.
"Aku ingin menjadi seorang designer terkenal suatu saat nanti dan semua orang akan mengenalku!", jawabku sambil membayangkan diriku di masa depan.
"Enak ya punya mimpi. Aku terlalu takut untuk bermimpi. Kalau misalnya nanti mimpiku tak tercapai, pasti aku akan kecewa", ucapnya dengan raut muka sedih.
"Jangan pernah takut untuk bermimpi. Mungkin bisa saja mimpimu gagal. Tapi dibalik mimpi itu masih ada mimpi - mimpi yang lain!", hiburku sambil merangkulnya


"Everybody have their dream. If you're not maybe you haven't find it yet"
"Never afraid to dreaming"

~~~

Ini cerpen apa apaan pendek banget

Rabu, 19 Februari 2014

Menghitung Hari

FYI, this is not a fanfict. Enjoy~~~

~~~

Aku mencoret satu tanggal lagi di kalenderku. 11 Januari 2014.

'Hahh, udah hampir 2 tahun ya'

Ya, sudah 2 tahun aku menunggunya. Menunggu hal yang tidak pasti akan datang. Kamu berjanji akan kembali. Tapi, sudah hampir 2 tahun dan kamu belum kembali.

Aku mengambil buku sketsa dan pensil yang ada di meja. Lalu, keluar dari rumah dan menuju ke sebuah taman. Taman, dimana ia berjanji akan menemuiku lagi.

'Belum datang juga ya', pikirku.

Aku mengeluarkan buku sketsaku dan memangkunya. Mulai menarik garis demi garis dengan pensil. Hingga akhirnya tercipta sebuah gambar. Aku beralih pada jam di pergelangan tanganku. Sekarang sudah menunjukkan pukul 5.15. Aku menutup buku sketsaku dan mulai meninggakan bangku. Ya, aku kembali ke rumah dengan rasa kecewa. Siapa sih yang tidak kecewa? Menunggu 2 tahun tanpa ada kepastian alias 'digantungin'.

~~~

12 Januari 2014, 14.30 WIB
Aku keluar dari pintu gerbang sekolah. Segera menuju taman dengan tubuh yang masih berbalut seragam dan tas dibahu. Sesampainya disana aku segera mencari buku sketsa di dalam tas. Tapi, setelah beberapa lama mencari aku juga tak dapat menemukannya. Sepertinya, buku sketsaku tertinggal di sekolah. Aku segera berpindah ke ayunan yang tidak terlalu jauh dari tempatku berada. Aku meletakkan tas sekolahku di samping ayunan. Aku mulai mengayunkan ayunan untuk menghilangkan rasa jenuhku.

Tak lama kemudian, seorang laki - laki berpostur tinggi duduk di ayunan di sebelahku. Kemudian, melakukan hal yang sama sepertiku.

"Udah lama nunggunya?", tanyanya. Aku bingung sejenak.
"Kemana aja lo? Gue nungguin lama banget tau", ucapku setelah menyadari siapa dia. Ya, dia adalah orang yang kutunggu selama ini.
"Maaf, sebenarnya gue udah sampai dari beberapa hari lalu. Tapi gue sengaja nggak nyamperin lo. Gue nunggu supaya pas 2 tahun", jawabnya cukup panjang. Aku terdiam, tidak menanggapi jawabannya.
"Gue udah nepatin janji gue kan?", tanyanya. Aku tak menjawab pertanyaannya. Aku hanya memeluknya dan melepaskan semua rasa rinduku.
"Gue kangen sama lo!", ucapku akhirnya.

~~~The End~~~

Pendek banget ya?







Kamis, 16 Januari 2014

Mimpi Indahku



Matahari mulai mengintip
Mengganti malam kelam dengan pagi yang cerah
Burung - burung bersahutan riang
Angin sejuk meniup pepohonan



Aku berjalan sendiri
Menyusuri alam indahku
Gemericik air sungai mengiringi langkahku
Embun pagi sejukkan hariku



Tapi, itu semua telah hilang
Itu semua telah lenyap
Semuanya telah rusak
Hanya tersisa di mimpi indahku



Burung - burung berteriak minta tolong
Angin sejuk berubah menjadi badai
Gemericik air sungai terganti dengan riuh gergaji
Dan embun pagi tak ada lagi



Aku berharap…
Semuanya kembali seperti dulu
Aku berharap…
Semua kan seperti mimpi indahku

Sabtu, 04 Januari 2014

Hujan dan Pelangi (Fanfict JKT48) terinspirasi oleh: Noella JKT48





Aku memandang ke langit mendung yang mulai menurunkan tetesan airnya. Membuat hujan yang mengguyur sang ibukota. Hujan. Dia yang mempertemukan kita. Tapi, ia juga yang memisahkan kita. Hujan ini seolah memainkan memori - memoriku tentangnya. Dia yang pernah mengisi hatiku

~~~

Hari itu, tanggal 8 Oktober 2013. Hari pertama aku bertemu dengannya

Seorang gadis yang menggunakan seragam putih kotak - kotak, berlari ke arahku yang sedang berada di halte bus. Berteduh dari derasnya hujan hari itu. 'Mungkin ia juga akan berteduh', pikirku.

"Mas maaf, bisa geser sedikit nggak?", tanya gadis hitam manis itu.
"Bisa kok", Jawabku lalu melangkahkan kakiku ke kanan.
"Makasih mas", ucapnya berterimakasih
"Iya, sama - sama. Jangan di panggil mas dong. Saya kan masih muda. Masih putih abu-abu nih", Balasku sambil menunjuk ke arah celana abu-abu yang ku pakai.
"Yaudah aku panggil 'kak' aja ya? Kan aku putih biru", tanyanya sambil melemparkan tawa renyahnya yang menurutku sangat manis.
"Terserah deh", ucapku.
"Lagi nunggu jemputan atau ngapain?", tanyaku mencoba membuka pembicaraan.
"Nunggu angkot. Tapi, nunggu hujannya reda dulu", jawabnya.
"Ooh. Oh iya, Rayhan Irfandi. Panggil aja Irfan", ucapku memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangan kananku.
"Noella Sisterina. Panggil aja Noella”, ucapnya sambil membalas uluran tanganku.
“Kelas berapa?”, tanyaku.
“Kelas 9. Kakak kelas berapa?”, tanyanya balik.
“Kelas 11”, jawabku.
Setelah itu, terjadi keheningan antara kita berdua. Yang ada hanya suara air hujan. Hingga pada akhirnya hujan berhenti turun dan dia pun mulai berjalan meningalkan halte
“Kak aku pulang ya. Udah reda”
“iya wel”
Hari itu, adalah hari terindah bagiku. Hari saat aku bertemu dengannya. Dia, Noella Sisterina. Aku harap kita bisa bertemu lagi.

~~~

Hujan lagi dan aku menunggu di halte yang sama seperti waktu itu. Berharap bertemu dengannya lagi. Karena merasa bosan, aku memainkan air yang menggenang di trotoar.
“Kak, genangannya jangan di ciprat – cipratin dong. Kena nih”, ucap seorang cewek tiba – tiba. Aku menoleh ke arah suaranya. Dan ternyata, dia adalah orang yang ku tunggu sejak tadi. Noella
“Eh, sori wel. Abisnya bosen”, jawabku sambil menyengir.
“Haha, iya selow aja kak”, tawanya. Why does her laugh can be so cute?
“Akhir – akhir ini hujan mulu ya kak?”, tanyanya tiba – tiba.
“Eh eh, iya wel. Sampe harus neduh kayak gini mulu”, jawabku.
“Kakak suka hujan?”, tanyanya dengan nada anak kecil.
“Kadang suka kadang enggak. Kalo misalnya lagi di rumah suka. Hawanya enak buat tidur. Tapi, kalo lagi di jalan nggak suka. Bikin harus melipir ke halte. Kayak gini”, jawabku lumayan panjang.
“Kamu suka?”, tanyaku balik.
Dia mengangguk lalu mulai berkata, “Hujan itu meskipun nggak terlalu indah tapi dia hebat kak!”
“Dia bisa bawa pelangi ke langit dan yang bisa ngelakuin itu cuma dia!”, lanjutnya setelah terdiam beberapa saat.
“Coba bayangin deh kak kalo nggak ada hujan. Kita semua bakal kesusahan. Dan yang penting, nggak bakalan ada pelangi!”, tutupnya.
“Tapi wel, di Jakarta jarang banget ada pelangi”, ucapku mencoba melawan.
“Bukan nggak ada kak, tapi ketutupan awan”, balasnya.
“Iya deh”
“Oh iya, kamu sekolah dimana?”, tanyaku.
“Di Pelita Nusa kak”, jawabnya.
“Kakak dimana?”, ia bertanya balik kepadaku.
“Aku di Tunas Harapan”, jawabku.
Aku memandang ke arah langit. Hujan yang tadinya turun begitu deras, mulai berubah menjadi gerimis. Awan yang tadinya berkumpul begitu banyak, mulai berkurang. ‘Mungkin sebentar lagi akan berhenti’, pikirku.

Dan ucapanku benar. Tak lama kemudian, hujan  pun berhenti. Menjadi penanda bahwa kita akan berpisah

“Kak aku pulang ya!!! Dadah!!”, teriaknya yang sudah berjalan menuju angkot.
“Hati – hati wel!”, teriakku tak kalah kencang.

~~~

Sudah sekitar 5 bulan aku mengenal Noella. Sepertinya, sekarang aku suka hujan. Karena tanpa hujan, aku akan jarang bertemu dengan Noella. Sekarang, aku sedang berada di depan sekolahnya Noella. Sebenarnya, aku juga bingung apa yang akan ku lakukan disini. Aku belum pernah menjemputnya di sekolah sebelumnya. Masa mau demachiin Noella? Akhirnya, aku tetap berdiam disitu. Duduk sendirian di atas motorku.

Sekitar pukul 14.30 ia keluar bersama beberapa temannya. Setelah teman – temannya pergi, ia melihat sedikit ke arahku. Aku mengalihkan pandanganku ke arah lain supaya dia tak melihatku.

“Kak!”, yah ketauan deh.
“Kakak ngapain disini?”, tanyanya.
“Nungguin kamu”, jawabku asal. Tapi, sebenarnya, aku emang nungguin dia sih.
“Hah?”, bingungnya.
“Iya, nungguin kamu. Daripada kamu naik angkot mendingan kamu naik ojek yang abangnya ganteng”, jawabku asal lagi.
“Yaudah anterin aku ya bang?”, ledeknya.
“Iya neng. Naik dong”, ajakku.
“Di Perumahan Griya Permai Blok C no. 14 ya bang”, ucapnya. Padahal sebenarnya aku sudah tau alamat rumahnya. Karena, aku tak jarang mengajaknya pergi.
“Iya”, ucapku sambil memberikan helm kepada Noella.
“Pegangan ya”, ucapku sambil menarik tangan Noella lalu menjalankan motorku.

~~~

“Makasih ya kak”, ucapnya sambil mengembalikan helm.
“Iya. Eh, wel uangnya mana?”, aku mencoba bercanda ke Noella.
“Masa bayar bang?”, tanyanya.
“Nggak deng. Dadah Noella”, balasku sambil melambaikan tangan ke Noella.
“Dadah kakak tukang ojek”, ledeknya. Aku hanya tersenyum dan menjalankan motorku ke rumah.

Saat itu aku tak sadar, bahwa itu adalah pertemuan terakhirku dengannya. Sebelum ia benar - benar pergi dari dunia ini
~~~

Aku sudah siap dengan mobilku dengan bunga yang ku taruh di kursi penumpang. Ya. Pada hari itu, aku telah memutuskan untuk menyatakan cintaku pada Noella.

Ya, itu tujuan awalku

Aku melajukan mobil ke arah rumah Noella yang tak begitu jauh dari rumahku. Tak butuh waktu lama. Dalam 15 menit aku sudah sampai. Tapi, hari itu ada yang aneh. Rumahnya terlihat ramai. Lebih ramai dari biasanya.

Aku masuk ke dalam rumah Noella dengan perasaan tidak enak. Aku berharap semuanya baik – baik saja. Tapi ternyata, hari itu semuanya tidak baik – baik saja. Aku melihatnya, berbaring di atas peti.

Ya hari itu Noella pergi. Pergi meninggalkanku dan seluruh isi dunia ini. Aku berbalik. Tidak jadi melangkah ke dalam rumah. Melainkan berlari ke arah mobil dan berdiam disana. Dan pada saat itu, hujan turun. Tapi, hujan yang kali ini tidak membuat pertemuan. Melainkan perpisahan.

~~~

“Irfan!!!! Mau jalan lagi nggak?!! Abisin tuh kopinya. Malah bengong”

Tapi Noella benar. Setelah hujan selalu ada pelangi. Kehilangannya memang seperti hujan bagiku. Tapi, tuhan mengirimkan pelangi yang tak kalah indah darinya. Dia adalah Octi. Perempuan yang berhasil menggantikan Noella di hatiku.

“Jalan lagi kok. Bentar gue abisin dulu”

~~~The End~~~