Tugas akhir semester. LOL
***
Satu demi satu bunga sakura mulai gugur.
Musim semi telah berakhir di negeri matahari terbit. Seorang gadis berwajah
khas indonesia duduk di bawah salah satu pohon sakura. Membiarkan dirinya di
hujani bunga berwarna pink. Kedua telinganya di sumpal dengan earphone. Seolah
- olah tidak ingin mendengar dunia dibalik earphone-nya.
Selama 1 jam ia duduk disitu. Hingga
akhirnya ia bangun dan mulai melangkah. Apartemen. Itu tujuan dia! Kembali
mengasingkan diri dari dunia luar. Dunia yang menurutnya tidak lebih indah dari
kamar apartemennya.
***
Saat ia baru akan membuka pintu kamarnya,
seorang gadis yang lebih muda darinya menghampirinya. "Kak Viny!",
seru cewek itu dengan bahasa Indonesia, karena dia juga berasal dari Indonesia.
"Kenapa Nad?” jawab dan tanya Viny. "Malam ini aku boleh menginap di
kamar kakak nggak? Ayah sama Ibu pergi", jelas Nadila. "Yaudah",
jawab Viny datar. "Aku ambil baju dulu ya kak!", ucap Nadila seraya
berlari ke arah kamarnya.
Viny segera masuk ke kamarnya. Melemparkan
tas selempangnya asal hingga mengenai sebuah bingkai foto hingga jatuh dan
pecah. Tapi, ia hanya diam sambil menatap bingkai tersebut sinis. Bingkai yang
berisi foto keluarganya dibiarkan saja di lantai. Sedangkan Viny, hanya
berbaring di tempat tidurnya.
Tak lama kemudian Nadila datang dengan tas
berisi baju. Ia meletakkannya di atas sofa yang tak terlalu jauh dari pintu
masuk. "Nad, tolong kunciin pintunya ya", ucap Viny tanpa menatap Nadila.
Dan Nadila langsung mengunci pintu masuk. "Kak kok ini bingkainya
pecah?", tanya Yuvi. "Tadi kena tas terus jatuh", jawb Viny
singkat. “Gak diberesin kak?”, tanya
Nadila lagi. “Gausah. Besok pagi aja”, balas Viny. Nadila hanya diam dan duduk
di sebelah Viny. Viny merenung sejenak. Sebenci itukah ia dengan keluarganya?
Sampai – sampai bingkai berisi foto mereka yang pecah saja enggan untuk dibereskannya.
‘Untuk apa aku memikirkan mereka? Mereka saja tak pernah peduli padaku’, ucap
Viny dalam hati.
“Kak, kakak
nggak kangen apa sama keluarga kakak? Kakak kan udah lama nggak balik ke
Indonesia”, Nadila mencoba membuka pembicaraan. “Biasa aja”, jawab Viny. Ia
mencoba menerawang jauh ke dalam pikirannya. Mencoba mengingat tentang
keluarganya yang sudah lama tidak ia pikirkan. “Kakak ada masalah sama mereka?”.
“Mungkin” Pertanyaan Nadila kali ini benar – benar membawa Viny ke alamnya
sendiri. Mulai dari saat ia masih duduk di bangku SD hingga 2 tahun yang lalu
saat ia memutuskan untuk mengambil S1 di Jepang.
***
Beberapa hari telah berlalu. Viny masih dalam kesendiriannya
dia dalam kamar. Mukanya ia tutupi
dengan sebuah novel yang sedang dibacanya. Ia bukannya bosan. Ia hanya lelah
dengan hidupnya. Hitam, gelap dan msembosankan. Sama seperti bukit pada senja hari.
Saat Viny hampir tertidur, ponselnya berbunyi. Sebuah
panggilan masuk dari nomor tak dikenal. Dengan setengah malas ia mengangkat
panggilan itu. “Halo”. ‘………’. “Ini Siapa?”, Viny bertanya dengan bahasa
Indonesia, karena si penelpon berbicara dengan bahasa Indonesia. ‘………’. Sebelum
orang di seberang telepon menyelesaikan kalimatnya, Viny sudah memutusnya. ‘Ngapain
dia nelpon?’, tanya Viny dalam hati. ‘Bukankah selama ini dia tak peduli
denganku’, lanjutnya. Sedangkan orang dibalik telpon tadi hanya bisa mendesah
dan merenung.
***
Viny kembali di taman yang sama. Hanya saja bunga sakura
sudah tak lagi bermekaran. Ia mengambil spot
yang cukup jauh dari keramaian, sehingga ia bisa cukup tenang dalam
kesendiriannya. Dengan earphone di telinga dan novel di tangan, Viny mulai
terbawa ke dunianya sendiri.
Dunia Viny sempurna untuk sejenak. Hingga ia melihat
perempuan yang dikenalnya. Viny membelalakan matanya. ‘sedang apa dia disini?!’.
Viny segera memasukkan barangnya ke dalam tas yang dibawanya. Lalu, cepat –
cepat pergi. Tapi, perempuan tersebut sudah melihat Viny dan segera berlari ke
arahnya. “Viny!”, teriak orang itu. Viny tak menghiraukannya. Ia terus berjalan
dengan langkah cepat.
“Viny!!” Tangan Viny tertangkap oleh perempuan tadi. “Kamu
kenapa nggak jawab kakak?”, tanya orang tadi “Emangnya Kak Veranda butuh
jawaban aku?”, Viny justru bertanya balik. Veranda hanya terdiam. Tak tahu
harus menjawab apa. “Kakak ngapain disini?”, tanya Viny saat moodnya mulai membaik. “Nengokin kamu
sambil membawa kabar dari Indonesia”, jawabnya. “Aku nggak butuh kabar”, balas
Viny lalu berjalan pergi. “Viny!! Tunggu!”, Veranda mulai menyamai langkah
Viny. “Kakak ikut kamu ya?”, ucapnya. “Ikut aja.”
***
“Kamu bener – bener nggak mau tau tentang kabar di
Indonesia?”, tanya Veranda saat sampai di apartemen Viny. Viny hanya menggeleng
di tempat duduknya. “Ayah sakit Vin”, ucap Veranda. Viny hanya diam seolah –
olah tak peduli. Ayah. Orang yang selalu membandingkan dia dengan kakaknya.
Membuat dia terlihat jelek dan membuat Veranda menjadi sempurna. “Kamu nggak
mau pulang ke Indonesia?”, tanya Veranda. “Libur kuliah aku masih lama”, jawab
Viny. ‘Segitu bencikah kamu Vin?’
***
Keesokan paginya…
Veranda baru bangun dari tidurnya. Sedangkan Viny, ia sudah
bangun dari 1 jam yang lalu dan sekarang ia sedang bersiap – siap untuk
berangkat kuliah. “Kamu mau kemana Vin?”, tanya Veranda. “Kuliah”, jawab Viny
tanpa menatap kakaknya. “Kakak anter ya?”, tawar Veranda. “Nggak usah. Lagian
kakak belum siap – siap. Nanti yang ada aku telat!”, tolak Viny. “Yah dek,
kayak gini kan gapapa. Kakak ikut ya?”, Veranda memohon. “AKU BILANG ENGGAK YA
ENGGAK!!”, bentak Viny lalu keluar dari kamarnya. Veranda hanya diam. Sedih. Ia
merasa dicampakkan oleh adiknya sendiri. ‘Apa yang kakak harus lakuin sih buat
bikin kamu nggak sama benci kakak?’, gumamnya
***
Sudah hampir 1 minggu Veranda di Jepang. Tapi, keberadaannya
seperti tak dianggap oleh Viny. Viny yang terlalu cuek dan ia yang tak tahu
harus berbuat apa. Ponsel Veranda
menandakan masuknya pesan. Dengan cepat ia membukanya dan membaca rangkaian
kata itu. Kaget. Itu yang Veranda rasakan. Sekarang ia hanya tinggal menunggu
Viny dan memberitahunya.
“Kreek”, pintu terbuka. Veranda reflek menoleh. Viny sudah
ada di dalam kamar. Tanpa berpikir panjang Veranda langsung memberitahu kabar
dari pesan tadi. “Ayah meninggal Vin”
***
Kedatangan Viny di Indonesia disambut cukup baik. Sangat
berbeda dengan satu setengah tahun yang lalu. Viny tidak tahu apa yang ia
rasakan sekarang. Sedih atas kepergian sang ayah dan senang atas sambutan ini. Semua
orang di sekeliling Viny menangis. Tapi tidak dengannya. Dia hanya diam.
Menatap jasad ayahnya dengan sorotan mata yang sedih. Viny sedikit menyesal.
Namun, ia sadar, penyesalannya tak akan berarti apapun.
Viny melihat ke arah ibunya. Ibunya menangis tak henti –
henti. Tanpa sadar, Viny melangkahkan kakinya ke arah ibunya. Ia duduk di
samping ibunya sambil berkata, “Mah, mama jangan nangis lagi ya”. Ibu Viny
menatap Viny dengan tatapan bingung campur sedih. Tak percaya bahwa anak yang
sudah lama tak ditemuinya akan berkata seperti itu. “Iya Vin. Dan maaf kalo
selama ini mama udah bersikap nggak baik sama kamu”, balas Ibu Viny.
***
Pemakaman ayah sudah selesai sejak tadi. Sekarang Viny hanya
menatapi bukit di belakang rumahnya. Bukit yang menurutnya serupa dengan
hidupnya. Hitam dan gelap. Viny melangkahkan kakinya ke arah bukit. Sekedar
ingin mengetahui apa yang ada dibaliknya.
Viny cukup terkagum saat melihat balik bukit itu. Jingga
bukan Hitam. Terang bukan gelap. ‘Bagaimana kamu bisa lupa dengan jingga di
balik bukit Vin?’, gumamnya sambil menatap lurus ke arah matahari senja.
~~~TAMAT~~~